Wednesday, November 5, 2014

BUDAYA MANGGARAI DAN GEREJA KATOLIK

BUDAYA MANGGARAI DAN GEREJA KATOLIK

PANDANGAN HIDUP ORANG MANGGARAI
Oleh : PROF. DR. ALEX LANUR, OFM

ADANYA WUJUD TERTINGGI DAN JALINAN
HUBUNGAN DENGANNYA

Orang Manggarai percaya adanya wujud tertinggi yang disebut dengan berbagai nama yaitu Mori, Mori (n) Agu Ngaran, Mori Kraeng, Jari Agu Dedek, Ame/Ema Eta – Ine/Ende Wa, Par Agu Kolep, dan lain-lain.
Anton Bagul membuktikan adanya wujud tertinggi itu yang mengacu pada logo Mbaru Gendang yang terdiri atas tiga logo yaitu:
  1. Periuk Persembahan yang merupakan simbol keyakinan dan penyembahan serta penghormatan kepada Tuhan yang menjadikan dan pencipta langit dan bumi serta segala isinya. Tuhan pengabdi dan pembentuk kehidupan manusia, segala makhluk serta alam raya, juga roh-roh yang mengganggu kehidupan manusia;
  2. Tanduk Kerbau;
  3. Atap Ijuk
Orang Manggarai tidak hanya mengakui adanya Mori Kraeng, tetapi juga menjalin hubungan dengan-Nya. Hal ini tampak dalam kegiatan-kegiatan seperti mengucapkan doa-doa pribadi dan keluhan tanpa persembahan, bersungut-sungut terhadapnya, mengucapkan doa-doa dan menjalankan ritus pribadi, mengucapkan doa-doa dan menjalankan upacara-upacara umum, mengucapkan doa-doa pada persembahan keluarga dan klan, yang berkaitan dengan hidup bersama dan fase-fase serta perjalanan hidup orang masing-masing.
Doa dan upacara itu dilaksanakan agar hubungan antara manusia dengan Mori Kraeng selalu harmonis.

ORANG MANGGARAI YANG SATU DAN MENYATU
Sejak dahulu orang Manggarai sudah mengenal apa yang disebut kawin dan melihat seorang individu dan atau pribadi sebagai satu kesatuan. Hal ini tampak pada upacara pemberian nama (teing ngasang) yang sebelumnya seorang bayi hanya diberi nameng (nama samaran) untuk menjaga keselamatan bayi.
Pada upacara teing ngasang yang disebut upacara wa’u wa tana, seorang bayi dilantik untuk menjadi anggota masyarakat atau sukunya sebelum upacara teing ngasang. Pada saat seorang bayi lahir, ada kebiasaan seseorang memukul atap atau dinding rumah tepat pada tempat kelahirannya dengan sebatang kayu dan bertanya ata one ko ata pe’ang? Ata one artinya laki-laki yang akan meneruskan keturunan suatu suku, dan Ata pe’ang artinya perempuan yang akan keluar mengikuti suaminya.

DUA DUNIA YANG TIDAK TERPISAHKAN
Bagi orang Manggarai, antara dunia manusia yaitu dunia yang kelihatan dengan dunia rohani yaitu dunia yang tak kelihatan merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan karena berasal dari sumber atau asas yang sama yaitu berasal dari Mori Kraeng.
Berbagai upacara yang dilakukan orang Manggarai dengan berbagai jenis hewan persembahan, menunjukkan adanya hubungan antara manusia dengan roh-roh atau ata pele sina yang mendiami dunia seberang.
Bahkan baik buruknya hidup manusia tergantung pada harmonis tidaknya hubungan antara manusia dengan roh-roh atau ata pele sina tersebut. Jika hidup seseorang baik atau bahagia diyakini bahwa hubungan dengan ata pele sinanya baik atau harmonis. Sebaliknya jika hidup seseorang menderita berarti hubungan dengan roh-roh atau ata pele sinanya rusak, sehingga orang tersebut perlu melakukan upacara pemulihan hubungan dengan roh-roh tersebut agar penderitaan hidupnya berakhir.

KAMPUNG, RUMAH DAN TANAH
Hubungan antara Bapa, Ibu dan anak-anak dalam keluarga Manggarai mirip dengan hubungan antara manusia dengan pencipta-Nya, bapa di atas dan ibu di bawah (ema eta, ende wa).
Dasar hidup dan organisasi tradisional orang Manggarai adalah hubungan atas dasar dan generasi. Orang yang lebih tua usianya akan lebih berkuasa dan berwibawa dan akan menjadi pengganti ayahnya yang telah meninggal dunia.
Prinsip inilah yang menyebabkan orang tertentu mendapat kekuasaan sebagai pengambil keputusan dalam kampung.
Keturunan yang memiliki banyak laki-laki, akan memiliki banyak panga (garis keturunan). Panga dari keturunan lebih tua akan menjadi tu’a beo dan akan diberikan kekuasaan untuk menjadi pemimpin dalam upacara-upacara dan dalam hal pengolahan tanah pertanian yang disebut Mori Tana atau Tu’a Teno.
Rumah dibedakan menurut usia yang ditata menurut kilo. Panga yang lebih tua menempati bagian belakang, sedangkan panga yang lebh mudah menempati posisi bagian kiri dan kanan. Karena berkembangnya wa’u, rumah yang asli yang disebut mbaru tembong hanya menjadi tempat kediaman laki-laki garis keturunan yang lebih tua dan keluarganya.
Mbaru Tembong sebagai tempat tinggal Mori Tana menjadi pusat upacara-upacara di kampung yang dilakukan di Compang.
Berkaitan dengan pengolahan tanah pertanian yang disebut lingko, ada yang disebut Lingko Randang yaitu lingko yang dalam pengolahannya disertai upacara besar-besaran dan nyanyian suci yang dinyanyikan pada saat menanam dan menuai hasil pertanian.
Bagian yang sulival dari lingko adalah lodok yang merupakan lambang kesatuan antara “bapa di atas dan ibu di bawah” dan ditengahnya dipancangkan haju teno dan batu.
Kesatuan dalam pandangan hidup orang Manggarai terungkap dalam istilah “tembong one, lingko pe’ang.” Lingko yang merupakan bayangan Mbaru Tembong akan dibagikan kepada setiap kilo untuk diolah. Pembagian lingko itu dilakukan oleh Mori Tana di pusat lingko yaitu Lodok.

MAKNA HIDUP ORANG MANGGARAI
DIMENSI RELIGIUS, SOSIAL DAN EKOLOGIS
Oleh : DR. JOHN DAMI MUKESE


MAKNA HIDUP
Makna hidup sama dengan arti hidup, dan merupakan hal yang tidak terlepas dari aspek-aspek dengan apa hidup itu yang akan berkontak dan saling bersinggungan baik secara langsung maupun tidak langsung yang tampak secara visual serta melalui tanda-tanda dan simbol-simbol.

DIMENSI RELIGIUS
Ditinjau dari dimensi religius, orang Manggarai termasuk salah satu suku yang sangat religius, yang dapat ditunjukkan melalui beberapa hal antara lain:

  1. Orang Manggarai percaya adanya wujud tertinggi yang disebut Ata Pande Agu Dedek, Ata Ciri Agu Wowo yang merupakan pencipta segala sesuatu termasuk manusia;
  2. Wujud tertinggi tersebut memiliki kuasa dan peran yang tak tergantkan dalam menopang eksistensi mereka yang disebut Ame Rinding Mane, Ine Rinding Wie;
  3. Orang Manggarai percaya bahwa wujud tertinggi itu merupakan penguasa alam semesta dan mengatur peredatan waktu dan musim yang disebut Parn Awo, Kolepn Sale, Ulun Le, Wa’in Lau, Tanan Wa, Awagn Eta; 
  4. Orang Manggarai percaya bahwa jika mengabaikan Dia, akan mendatangkan hukuman dalam hidup aktual atau hidup harian mereka;
  5. Orang Manggarai percaya bahwa yang tinggi itu mudah tersinggung atau murka, tetapi juga mudah memaafkan;
  6. Roh-roh dan leluhur dihormati sebagai pengantara antara manusia dan yang tinggi.
  7. Orang Manggarai berkeyakinan bahwa roh-roh dan leluhur memiliki peran yang besar dalam hidup manusia setiap hari, sehingga mereka dihormati dan ditakuti manusia.
  8. Sejak agama katolik masuk, peran roh-roh dan leluhur sebagai penyelenggara tidak diganggu gugat yang dibuktikan masih adanya takung dan teing hang untuk roh-roh dan para leluhur.
DIMENSI SOSIAL
Orang Manggarai selalu hidup bersama dalam satu kelompok. Kecenderungan ini bukan hanya karena dorongan kebutuhan hidup tetapi juga berkeyakinan bahwa manusia akan lebih bermakna jika berada bersama dengan orang lain.
Karena itu orang selalu berusaha untuk menjadi berarti bagi orang lain dan akan menemukan makna hidupnya jika orang membutuhkan dia dan kehadirannya.
Hidup dalam kebersamaan dengan orang lain terungkap dalam ucapan “muku ca pu’u neka woleng cump, teu ca ambo neka woleng lako.” Makna ungkapan ini adalah seseorang harus memelihara kebersamaan dan persekutuan, serta kebulatan suara atau aspirasi dengan bersikap positif mendukung aspirasi kelompok demi tercapainya visi hidup bersama.

DIMENSI EKOLOGIS
Dalam hubungan dengan alam dan lingkungan hidup, orang Manggarai percaya bahwa alam merupakan salah satu wujud yang harus ditakuti dan dihormati.
Pandangan ini dapat dilihat melalui beberapa hal:
  1. Hutan diyakini sebagai tempat kediaman yang kudus, sehingga hutan menjadi kudus. Karena itu harus ditakuti dan dihargai dengan tidak melakukan hal-hal yang dapat merusak alam;
  2. Jika mereka hendak menebang pohon untuk membangun rumah atau membuka hutan untuk berladang, mereka selalu meminta izin kepada penghuni hutan dengan melakukan upacara dan korban;
  3. Pada saat mereka hendak menangkap hewan untuk memenuhi kebutuhan hidup atau pada saat hendak memetik hasil sawah dan ladang selalu didahului upacara untuk menghormati penjaga alam baik penjaga sungai, laut maupun penjaga sawah dan ladang.

FILSAFAT SOSIAL DAN FILSAFAT PENDIDIKAN MANGGARAI

BELAJAR DARI SOKRATES “GOLO MOMOL”
P. FLORIANUS LAOT, OFM
OLEH FRANSISKUS BORGIAS, M.MA

PENDAHULUAN
Empat R :Relasi Intersubjektivitas
Menurut Pater Flori Laot, OFM, filsafat sosial manusia Manggarai adalah Reis, Ruis, Raes dan Raos dan dikenal dengan sebutan 4R. Reis berasal dari kata “Rei” yang artinya tanya, menanyakan. Selanjutnya kata “Rei” mengalami perubahan makna setelah ditambahkan huruf (s) pada akhir katanya sehingga menjadi “Reis” yang artinya menyapa orang lain (sesama) dengan penuh ramah-tamahan, kelemah-lembutan, halus dan sopan serta kata-katanya yang terpilih.
Reis” ada 2 macam yaitu pertama reis yang berdasarkan alasan seseorang bertandang ke rumah, reis kepada orang yang diundang untuk datang ke rumah, berbeda dengan orang yang kedatangannya tidak diundang. Untuk orang yang diundang reisnya adalah Hitu ite bao ko ite? Untuk tamu yang tak diundang reisnya adalah lejong bao ko ite? Kedua “Reis” berdasarkan waktu kedatangan tamu atau perjumpaan di jalan.
Jika kedatangan tamu terjadi pada pagi hari, reisnya: Lko gula bao ko ite? Kalau pada siang hari reisnya: Lako leso bao ko ite? Sore hari reisnya: Lako mane ko ite? Sedangkan pada malam hari reisnya adalah: Lako/lejong wie bao ko ite?
Reis mengakibatkan ruis yaitu dekat, berdekatan keakraban, keramah-tamahan. Ruis atau kedekatan, keakraban, keramah-tamahan akan menciptakan raes yaitu menemani, menyertai yang timbul karena sudah merasa akrab, dekat, sudah saling mengenal dan percaya satu sama lain.
Setelah terciptanya reis, ruis dan raes, maka timbulah “raos” yaitu suasana ramai yang terjadi karena adanya rasa cinta, keakraban, saling berbagi, saling berbuka bahkan menjadi satu tubuh, satu daging. Rao atau nggao merupakan tanda persahabatan, persaudaraan.

4T : FILSAFAT PENDIDIKAN PATER FLORI LAOT, OFM

Selain mengajarkan tentang 4R (Reis, Ruis, Raes dan Raos) Pater Flori juga mengajarkan tentang 4T yaitu Tinu, Toing, Titong dan Teing. Empat T ini merupakan sebuah filsafat pendidikan masyarakat Manggarai yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.        Tinu, artinya memelihara, merawat, menjaga agar sesuatu bisa hidup dengan baik dan pada suatu saat bisa membuahkan hasil yang melimpah dan mengarah kepada hidup yang baru.
Tinu adalah kewajiban moral-sosial orang tua terhadap anak, masyarakat dan terhadap masa depan.
Tinu berarti mengupayakan dan menginginkan apa yang terbaik untuk anak dan masa depannya.
2.        Toing, artinya memberitahu, mengajarkan.
Toing selalu membutuhkan “toming” yang berarti meniru. Proses belajar merupakan proses meniru hal-hal yang bagus agar melalui proses toing seseorang dapat mencapai hasil yang baik dan menjadi manusia yang baik dan berguna dalam masyarakat.
3.        Titong, artinya menjaga dan melindungi orang dari percobaan atau godaan.
Titong merupakan tugas dan tanggungjawab orang tua, pendidik, pemimpin terhadap anak-anak atau generasi muda.
4.        Teing, artinya memberi, menyerahkan.
Teing, berarti kemampuan untuk memberi, saling berbagi, saling memperhatikan.
Teing bisa berarti memberi sesuatu yang bersifat jasmani, seperti makanan atau pakaian.
Teing bisa juga berarti memberi sesuatu yang bersifat rohani yaitu memberi perlindungan dan ketenangan jiwa.

PEMBARUAN PENDIDIKAN SDK MANGGARAI RAYA
DI ERA GLOBALISASI PENDIDIKAN

OLEH : AGUSTINUS BANDUR, PH.D

PENGANTAR
Salah satu kebijakan pendidikan yang diadaptasi Indonesia dengan dukungan dana dari badan-badan keuangan dunia ialah desentralisasi pendidikan melalui Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Indonesia mengadoptasi kebijakan dan program MBS sejak Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 044/II/2002 tentang Pembentukan Dewan Pendidikan di Tingkat Kabupaten dan Dewan Sekolah di Tingkat Sekolah.

GLOBALISASI SECARA UMUM
Menurut Walher dan Dimmock, globalisasi merupakan proses penyebaran ide, kebijakan dan praktik-praktik tertentu tanpa sekat-sekat negara dan budaya.

GLOBALISASI PENDIDIKAN PUBLIK MELALUI MBS
MBS merupakan strategi reformasi sistem pendidikan publik Amerika dan Australia yang lahir sebagai protes masyarakat terhadap pola birokrasi pendidikan dasar yang rumit karena semua kuasa dan wewenang pengambilan keputusan berada pada pemerintah pusat dan kepala sekolah dipandang sebagai pengikut pemerintah.
Ini terjadi karena kepala sekolah berperan sebagai agen pemerintah dalam mengeksekusi semua keputusan di sekolah, sehingga mengakibatkan keputusan.
Melalui MBS kemitraan anggota komunitas sekolah (orang tua, siswa, guru, kepala sekolah dan masyarakat) terjalin melalui sebuah wadah yang disebut Dewan Sekolah.
Demi efektivitas, efisien, transparansi dan akuntabilitas proses pengambilan keputusan, pelaksanaan dan hasil yang dicapai kepala sekolah dan keanggotaan dewan sekolah diberi pelatihan dan lokakarya tentang kebijakan dan program MBS serta ilmu kepemimpinan dan manajemen strategis untuk memahami konsep-konsep gaya kepemimpinan dan perbedaan visi, misi, perencanaan, strategis dan operasional bersama di sekolah yang tertuang dalam dokumen perencanaan pengembangan sekolah.

KEBIJAKAN DAN PROGRAM MBS DI INDONESIA
Indonesia termasuk negara yang mampu mengubah sistem pendidikan yang sangat sentralistik menjadi lebih desentralistis serta menerapkan MBS yang bersifat mandatory (wajib, sesuai dengan undang-undang dan peraturan pemerintah).
Melalui UU No. 22/1999, UU No. 25/2000 dan UU No. 20/2003 kewenangan untuk pengadaan buku teks sekolah, pembangunan gedung sekolah baru, renovasi gedung sekolah yang secara operasional kewenangan itu tertuang dalam PP No. 66/2010 tentang penyelenggaraan dan manajemen pendidikan dasar sebagai pengganti keputusan menteri No. 044/4/2002 tentang Kewenangan Sekolah dalam mengambil keputusan di sekolah.
Akan tetapi, MBS merupakan produk pemerintah pusat berdasarkan keberhasilan penerapannya di dunia barat. Akibatnya pemerintah pusat, perangkat dinas di daerah dan stakeholder sekolah belum memahami sepenuhnya pola MBS dalam perbaikan sekolah, sehingga banyak penyelewenangan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dana hibah untuk pembangunan gedung sekolah dan perpustakaan bahkan untuk pengadaan buku teks.
Walaupun demikian, beberapa provinsi dan kabupaten seperti Jawa Timur dan Flores Tengah telah berhasil dalam penerapan MBS yang dapat dilihat melalui perbaikan lingkungan belajar mengajar dan prestasi siswa yang lebih baik, didukung oleh kepemimpinan dan manajemen di sekolah yang lebih efektif.





MBS DI FLORES DAN SITUASI PENDIDIKAN SD DI RUTENG
Kepemimpinan dan manajemen kepala sekolah dasar, termasuk penerapan MBS dan hasilnya terhadap prestasi siswa di kabupaten Manggarai secara umum dan kota Ruteng khususnya sangat memprihatinkan. Hal ini terjadi karena selain karena kinerja pemerintah dalam soal anggaran, juga penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan dasar masih sangat kuat tergantung pada Dinas Pendidikan karena ketakutan dan kekurangpahaman kepala sekolah, guru dan komite sekolah terhadap kebijakan dan program pendidikan yang baru melalui MBS.

MASALAH UMUM DROPOUT SD DI MANGGARAI RAYA
Gambaran umum kualitas pendidikan sekolah dasar di Manggarai Raya terukur dari prestasi sekolah-sekolah dasar di Ruteng. Jika dikaitkan dengan angka putus sekolah, banyak anak kampung yang putus sekolah setelah menerima Komuni Pertama di kelas IV.
Faktor penyebabnya adalah sinetron dan film di televisi menjadi pemicu utama ketidakhadiran mereka di sekolah sehingga mereka lambat laun putus dari sekolah terutama setelah penerimaan komuni pertama.
Karena itu perlu adanya pengawasan moral dari gereja katolik di sekolah-sekolah agar anak-anak sekolah dasar di Manggarai Raya tidak akan terhanyut dalam arus globalisasi yang negatif.

BELAJAR DARI PERKEMBANGAN SDK DI MANGGARAI
Kualitas pendidikan dasar di Manggarai jauh lebih rendah dari sekolah-sekolah negeri. Padahal sekolah-sekolah katolik di Manggarai telah berkembang sebelum Indonesia merdeka dengan dibukanya SDK pertama di Reo tahun 1911, di Labuan Bajo tanggal 12-1-1912 dan SDK Ruteng I pada tanggal 5-8-1912.
Pada awal kemerdekaan, pemerintah masih memberi ruang kepada pihak swasta yang mendirikan sekolah agar berbadan hukum. Sekolah-sekolah swasta mendapatkan subsidi langsung dari pemerintah yang tertuang dalam Undang-Undang Pendidikan No. 04/1950.
Dalam kurun waktu 6 tahun, terdapat 60 SDK didirikan di Manggarai. Perkembangan tersebut menimbulkan ketakutan pemerintah pusat sehingga pada tahun 1954 diadakan perundingan antara pemerintah, visi dan zending protestan. Dalam pertemuan itu, pemerintah menegaskan untuk merintis pembukaan sekolah-sekolah negeri untuk menjamin semua warga negara dari semua pengamut agama menempuh pendidikan. Pemerintah pusat menegaskan sekolah-sekolah swasta yang mendapat subsidi pemerintah untuk menyerahkan sebagian sekolahnya kepada pemerintah dan beralih menjadi sekolah negeri.
Pada tahun 1952 misi menyerahkan dua belas SDK kepada pemerintah yaitu SDK Reo I, SDK Reo II, SDK Labuan Bajo, SDK Kisol, SDK Urung, SDK Rejo, SDK Pocong, SDK Wetok, SDK Anam, SDK Lengor dan SDK Mules.
Pada tanggal 5 Juli 1953 dilakukan perundingan khusus antara pemerintah dan misi di Jakarta. Perundingan itu menghasilkan tiga keputusan, yaitu:
1.        Monopoli pendidikan dan pengajaran di Flores ditiadakan karena tidak sesuai dengan keadaan.
2.        Pemerintah mempunyai hak mendirikan sekolah-sekolah negeri menurut keperluan.
3.        Sekolah-sekolah yang muridnya kebanyakan beragama islam dan protestan akan dijadikan sekolah negeri.
Sesuai tuntutan pemerintah pusat agar pihak swasta berbadan hukum persekolahan, maka pada tanggal 2 Mei 1971 di Manggarai didirikan Yayasan Sekolah Umat Katolik (YASUKMA) dan sejak itu tidak ada lagi pendirian SDK, tetapi terkonsentrasi pada pendirian sekolah menengah.
Selain itu, SK Bupati Tanggal 7 Juni 1977 secara angsung telah melumpuhkan otoritas dan pengaruh YASUKMA dalam menyelenggarakan pendidikan dasar katolik. Berdasarkan keputusan tersebut, semua Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diperbantukan di persekolahan YASUKMA ditarik ke sekolah negeri termasuk urusan gaji.



TAHUN YUBILEUM
TAHUN PEMBEBASAN SDK DI MANGGARAI RAYA
Sebagai organisasi persekolahan dasar katolik, sekolah-sekolah tersebut perlu memiliki visi dan misi bersama.
Misi memiliki dua unsur, yaitu:
1.        Mengandung tujuan akhir atau alasan paling fundamental keberadaan institusi atau organisasi.
2.        Merupakan pedoman pelaksanaan bagi seluruh anggota organisasi.
Dalam dokumen pembentukan organisasi sekolah untuk Flores pada tanggal 20 Februari 1911, sekolah katolik di Flores dibentuk sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan, pengenalan dan pendalaman iman katolik.

PERENCANAAN STRATEGIS DAN HAKIKATNYA
Konsep perencanaan strategis, berhubungan dengan misi, visi dan nilai serta tujuan-tujuan organisasi.
Perencanaan strategis membayangkan sebuah kenyataan masa depan yang beda dari kenyataan sekarang. Perencanaan strategis menawarkan strategi yang sistematis untuk mewujudkan sesuatu yang ingin dicapai pada masa mendatang. Manfaat perencanaan strategis sebagai disiplin ilmu yang berupaya untuk menghasilkan keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan yang penting yang membentuk dan mengarahkan organisasi (Bryson, 2004:6).
Ada empat keuntungan sebuah organisasi yang memiliki perencanaan strategis, yaitu:
1.        Perencanaan strategis suatu organisasi dapat mendorong peningkatan berpikir dan bertindak strategis.
2.        Perencanaan strategis dapat memperbaiki proses pengambilan keputusan.
3.        Perencanaan strategis dapat meningkatkan efektivitas organisasi.
4.        Melalui perencanaan strategis, suatu organisasi dapat:
a.         Mendokumentasikan dan mendiskusikan keadaan organisasi sekarang dan berbagai cara yang akan ditempuh organisasi pada waktu yang mendatang.
b.         Menjelaskan isu-isu atau tantangan yang dihadapi organisasi.
c.         Mengklarifikasi tujuan-tujuan organisasi dan mengartikulasikan ke arah mana organisasi itu berjalan.
d.        Mengembangkan srtategi untuk memenuhi tujuan akhir organisasi serta membangun nilai-nilai untuk menguji kembali misi dan nilai-nilai yang diperjuangkan sekaligus mengevaluasi kembali pelayanan, biaya, proses dan bahkan manajemen organisasi.

TANTANGAN PEMBUATAN PERENCANAAN STRATEGIS
BAGI YASUKMA
Terdapat beberapa tantangan dalam pembuatan perencanaan strategis bagi YASUKMA antara lain:
1.        Pembuatan perencanaan strategis bukan menjadi sebuah prioritas utama bagi organisasi yang masih memiliki krisis kepemimpianan dan manajemen termasuk krisis keuangan.
2.        Organisasi yang memiliki sumber daya yang tidak memadai, sebaiknya tidak perlu memiliki perencanaan strategis.
3.        Tidak disarankan membuat perencanan strategis dalam organisasi yang ditandai dengan lemahnya komitmen para penentu kebijakan dan pengambil keputusan kunci dalam menjalankan perencanaan srtategis dengan efektif.

KOMENTAR
Sejak dahulu masyarakat Manggarai mengakui adanya wujud tertinggi yang disebut Mori Kraeng. Mereka menjalin hubungan dengan Mori Kraeng melalui upacara-upacara yang sering mereka lakukan untuk berbagai kepentingan. Melalui upacara-upacara itu pula mereka menyadari akan ketergantungan hidup mereka kepada wujud tertinggi itu.
Pengalaman terhadap wujud tertinggi menunjukkan bahwa orang Manggarai memiliki semangat hidup yang sangat religius.
Dalam hidup bermasyarakat, orang Manggarai selalu hidup bersama dalam suatu kelompok. Dalam kebersamaan itu mereka saling berkomunikasi, saling melengkapi, saling bertukar pikiran untuk menentukan arah hidup mereka maupun dalam memecahkan persoalan-persoalan yang sedang mereka hadapi yang dibahas melalui musyawarah.
Hubungan dengan lingkugnan terjalin melalui suatu kepercayaan bahwa hutan merupakan tempat kediaman untuk yang kudus, yaitu Mori Kraeng sehingga hutan menjadi suatu tempat yang sakral dan karena itu setiap masyarakat dilarang untuk melakukan perbuatan yang merusak alam karena dapat membahayakan kehidupan mereka. Berkaitan dengan pelestarian alam, melalui kepercayaan itu sebenarnya mau mengajarkan kepada kita untuk melestarikan lingkungan hidup khususnya hutan agar dapat bermanfaat bagi kehidupan kita dan anak cucu kita selanjutnya.
Demi terciptanya manusia yang berkualitas dalam berprilaku, masyarakat Manggarai memiliki filosofi sebagaimana yang telah diangkat oleh Pater Flori Laot, OFM yaitu Reis, Ruis, Raes, Raos (4R). Melalui 4R ini diharapkan masyarakat Manggarai selalu hidup rukun, bersatu, terhindar dari perpecahan dan permusuhan, hidup yang damai, serta memiliki cinta yang begitu besar kepada sesama.
Kecintaan yang amat besar kepada orang lain merupakan salah satu ciri khas masyarakat Manggarai sejak zaman dahulu. Semangat hidup memelihara atau membalas kebaikan orang lain terutama orang tua, mengajarkan yang baik kepada generasi muda, melindungi serta saling memberi, menjadi inspirasi bagi Pater Flori Laot, OFM melalui pengajarannya yang disebut 4T yaitu Tinu, Toing, Titong dan Teing.
Akhirnya, agar masyarakat Manggarai menjadi cerdas, berilmu, menguasai teknologi, maka gereja telah berperan aktif melalui pembukaan sekolah katolik. Melalui pendidikan masyarakat Manggarai diharapkan mampu bersaing dengan masyarakat lain. Karena itu semangat gereja dalam menciptakan manusia yang berkualitas baik secara intelektual maupun moral perlu didukung oleh kita semua.