BUDAYA MANGGARAI DAN GEREJA
KATOLIK
PANDANGAN HIDUP ORANG
MANGGARAI
Oleh : PROF. DR. ALEX LANUR,
OFM
ADANYA WUJUD TERTINGGI DAN
JALINAN
HUBUNGAN DENGANNYA
Orang Manggarai percaya
adanya wujud tertinggi yang disebut dengan berbagai nama yaitu Mori, Mori (n) Agu Ngaran, Mori Kraeng, Jari
Agu Dedek, Ame/Ema Eta – Ine/Ende Wa, Par Agu Kolep, dan lain-lain.
Anton Bagul membuktikan
adanya wujud tertinggi itu yang mengacu pada logo Mbaru Gendang yang terdiri
atas tiga logo yaitu:
- Periuk Persembahan yang merupakan simbol keyakinan dan penyembahan serta penghormatan kepada Tuhan yang menjadikan dan pencipta langit dan bumi serta segala isinya. Tuhan pengabdi dan pembentuk kehidupan manusia, segala makhluk serta alam raya, juga roh-roh yang mengganggu kehidupan manusia;
- Tanduk Kerbau;
- Atap Ijuk
Orang Manggarai tidak hanya
mengakui adanya Mori Kraeng, tetapi
juga menjalin hubungan dengan-Nya. Hal ini tampak dalam kegiatan-kegiatan
seperti mengucapkan doa-doa pribadi dan keluhan tanpa persembahan,
bersungut-sungut terhadapnya, mengucapkan doa-doa dan menjalankan ritus
pribadi, mengucapkan doa-doa dan menjalankan upacara-upacara umum, mengucapkan
doa-doa pada persembahan keluarga dan klan, yang berkaitan dengan hidup bersama
dan fase-fase serta perjalanan hidup orang masing-masing.
Doa dan upacara itu
dilaksanakan agar hubungan antara manusia dengan Mori Kraeng selalu harmonis.
ORANG MANGGARAI YANG SATU DAN
MENYATU
Sejak dahulu orang Manggarai
sudah mengenal apa yang disebut kawin dan melihat seorang individu dan atau
pribadi sebagai satu kesatuan. Hal ini tampak pada upacara pemberian nama (teing ngasang) yang sebelumnya seorang
bayi hanya diberi nameng (nama samaran) untuk menjaga keselamatan bayi.
Pada upacara teing ngasang yang disebut upacara wa’u wa tana, seorang bayi dilantik
untuk menjadi anggota masyarakat atau sukunya sebelum upacara teing ngasang. Pada saat seorang bayi
lahir, ada kebiasaan seseorang memukul atap atau dinding rumah tepat pada
tempat kelahirannya dengan sebatang kayu dan bertanya ata one ko ata pe’ang? Ata
one artinya laki-laki yang akan meneruskan keturunan suatu suku, dan Ata pe’ang artinya perempuan yang akan
keluar mengikuti suaminya.
DUA DUNIA YANG TIDAK
TERPISAHKAN
Bagi orang Manggarai, antara
dunia manusia yaitu dunia yang kelihatan dengan dunia rohani yaitu dunia yang
tak kelihatan merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan karena berasal dari
sumber atau asas yang sama yaitu berasal dari Mori Kraeng.
Berbagai upacara yang
dilakukan orang Manggarai dengan berbagai jenis hewan persembahan, menunjukkan
adanya hubungan antara manusia dengan roh-roh atau ata pele sina yang mendiami dunia seberang.
Bahkan baik buruknya
hidup manusia tergantung pada harmonis tidaknya hubungan antara manusia dengan
roh-roh atau ata pele sina tersebut.
Jika hidup seseorang baik atau bahagia diyakini bahwa hubungan dengan ata pele sinanya baik atau harmonis.
Sebaliknya jika hidup seseorang menderita berarti hubungan dengan roh-roh atau ata pele sinanya rusak, sehingga orang tersebut perlu
melakukan upacara pemulihan hubungan dengan roh-roh tersebut agar penderitaan
hidupnya berakhir.
KAMPUNG, RUMAH DAN TANAH
Hubungan antara Bapa, Ibu dan
anak-anak dalam keluarga Manggarai mirip dengan hubungan antara manusia dengan
pencipta-Nya, bapa di atas dan ibu di bawah (ema eta, ende wa).
Dasar hidup dan organisasi
tradisional orang Manggarai adalah hubungan atas dasar dan generasi. Orang yang
lebih tua usianya akan lebih berkuasa dan berwibawa dan akan menjadi pengganti
ayahnya yang telah meninggal dunia.
Prinsip inilah yang
menyebabkan orang tertentu mendapat kekuasaan sebagai pengambil keputusan dalam
kampung.
Keturunan yang memiliki
banyak laki-laki, akan memiliki banyak panga
(garis keturunan). Panga dari
keturunan lebih tua akan menjadi tu’a beo
dan akan diberikan kekuasaan untuk menjadi pemimpin dalam upacara-upacara dan
dalam hal pengolahan tanah pertanian yang disebut Mori Tana atau Tu’a Teno.
Rumah dibedakan menurut usia
yang ditata menurut kilo. Panga yang lebih tua menempati bagian
belakang, sedangkan panga yang lebh
mudah menempati posisi bagian kiri dan kanan. Karena berkembangnya wa’u, rumah yang asli yang disebut mbaru tembong hanya menjadi tempat
kediaman laki-laki garis keturunan yang lebih tua dan keluarganya.
Mbaru Tembong sebagai tempat tinggal Mori Tana menjadi pusat upacara-upacara
di kampung yang dilakukan di Compang.
Berkaitan dengan pengolahan
tanah pertanian yang disebut lingko,
ada yang disebut Lingko Randang yaitu
lingko yang dalam pengolahannya
disertai upacara besar-besaran dan nyanyian suci yang dinyanyikan pada saat
menanam dan menuai hasil pertanian.
Bagian yang sulival dari lingko adalah lodok yang merupakan lambang kesatuan antara “bapa di atas dan ibu
di bawah” dan ditengahnya dipancangkan haju
teno dan batu.
Kesatuan dalam pandangan
hidup orang Manggarai terungkap dalam istilah “tembong one, lingko pe’ang.” Lingko
yang merupakan bayangan Mbaru Tembong
akan dibagikan kepada setiap kilo
untuk diolah. Pembagian lingko itu
dilakukan oleh Mori Tana di pusat lingko yaitu Lodok.
MAKNA HIDUP ORANG MANGGARAI
DIMENSI RELIGIUS, SOSIAL DAN
EKOLOGIS
Oleh : DR. JOHN DAMI MUKESE
MAKNA HIDUP
Makna hidup sama dengan arti
hidup, dan merupakan hal yang tidak terlepas dari aspek-aspek dengan apa hidup
itu yang akan berkontak dan saling bersinggungan baik secara langsung maupun
tidak langsung yang tampak secara visual serta melalui tanda-tanda dan
simbol-simbol.
DIMENSI RELIGIUS
Ditinjau dari dimensi
religius, orang Manggarai termasuk salah satu suku yang sangat religius, yang
dapat ditunjukkan melalui beberapa hal antara lain:- Orang Manggarai percaya adanya wujud tertinggi yang disebut Ata Pande Agu Dedek, Ata Ciri Agu Wowo yang merupakan pencipta segala sesuatu termasuk manusia;
- Wujud tertinggi tersebut memiliki kuasa dan peran yang tak tergantkan dalam menopang eksistensi mereka yang disebut Ame Rinding Mane, Ine Rinding Wie;
- Orang Manggarai percaya bahwa wujud tertinggi itu merupakan penguasa alam semesta dan mengatur peredatan waktu dan musim yang disebut Parn Awo, Kolepn Sale, Ulun Le, Wa’in Lau, Tanan Wa, Awagn Eta;
- Orang Manggarai percaya bahwa jika mengabaikan Dia, akan mendatangkan hukuman dalam hidup aktual atau hidup harian mereka;
- Orang Manggarai percaya bahwa yang tinggi itu mudah tersinggung atau murka, tetapi juga mudah memaafkan;
- Roh-roh dan leluhur dihormati sebagai pengantara antara manusia dan yang tinggi.
- Orang Manggarai berkeyakinan bahwa roh-roh dan leluhur memiliki peran yang besar dalam hidup manusia setiap hari, sehingga mereka dihormati dan ditakuti manusia.
- Sejak agama katolik masuk, peran roh-roh dan leluhur sebagai penyelenggara tidak diganggu gugat yang dibuktikan masih adanya takung dan teing hang untuk roh-roh dan para leluhur.
DIMENSI SOSIAL
Orang Manggarai selalu hidup
bersama dalam satu kelompok. Kecenderungan ini bukan hanya karena dorongan
kebutuhan hidup tetapi juga berkeyakinan bahwa manusia akan lebih bermakna jika
berada bersama dengan orang lain.
Karena itu orang selalu
berusaha untuk menjadi berarti bagi orang lain dan akan menemukan makna
hidupnya jika orang membutuhkan dia dan kehadirannya.
Hidup dalam kebersamaan
dengan orang lain terungkap dalam ucapan “muku
ca pu’u neka woleng cump, teu ca ambo neka woleng lako.” Makna ungkapan ini
adalah seseorang harus memelihara kebersamaan dan persekutuan, serta kebulatan
suara atau aspirasi dengan bersikap positif mendukung aspirasi kelompok demi
tercapainya visi hidup bersama.
DIMENSI EKOLOGIS
Dalam hubungan dengan alam
dan lingkungan hidup, orang Manggarai percaya bahwa alam merupakan salah satu
wujud yang harus ditakuti dan dihormati.
Pandangan ini dapat dilihat
melalui beberapa hal:
- Hutan diyakini sebagai tempat kediaman yang kudus, sehingga hutan menjadi kudus. Karena itu harus ditakuti dan dihargai dengan tidak melakukan hal-hal yang dapat merusak alam;
- Jika mereka hendak menebang pohon untuk membangun rumah atau membuka hutan untuk berladang, mereka selalu meminta izin kepada penghuni hutan dengan melakukan upacara dan korban;
- Pada saat mereka hendak menangkap hewan untuk memenuhi kebutuhan hidup atau pada saat hendak memetik hasil sawah dan ladang selalu didahului upacara untuk menghormati penjaga alam baik penjaga sungai, laut maupun penjaga sawah dan ladang.
FILSAFAT SOSIAL DAN FILSAFAT
PENDIDIKAN MANGGARAI
BELAJAR DARI SOKRATES “GOLO
MOMOL”
P. FLORIANUS LAOT, OFM
OLEH FRANSISKUS BORGIAS, M.MA
PENDAHULUAN
Empat R :Relasi
Intersubjektivitas
Menurut
Pater Flori Laot, OFM, filsafat sosial manusia Manggarai adalah Reis, Ruis, Raes dan Raos dan dikenal
dengan sebutan 4R. Reis berasal dari
kata “Rei” yang artinya tanya,
menanyakan. Selanjutnya kata “Rei”
mengalami perubahan makna setelah ditambahkan huruf (s) pada akhir katanya
sehingga menjadi “Reis” yang artinya
menyapa orang lain (sesama) dengan penuh ramah-tamahan, kelemah-lembutan, halus
dan sopan serta kata-katanya yang terpilih.
“Reis” ada 2 macam yaitu pertama reis yang berdasarkan alasan seseorang
bertandang ke rumah, reis kepada orang
yang diundang untuk datang ke rumah, berbeda dengan orang yang kedatangannya
tidak diundang. Untuk orang yang diundang reisnya adalah Hitu ite bao ko ite? Untuk tamu yang tak diundang reisnya adalah lejong bao ko ite? Kedua “Reis”
berdasarkan waktu kedatangan tamu atau perjumpaan di jalan.
Jika kedatangan tamu terjadi
pada pagi hari, reisnya: Lko gula bao ko ite? Kalau pada siang
hari reisnya: Lako leso bao ko ite? Sore hari reisnya:
Lako mane ko ite? Sedangkan pada
malam hari reisnya adalah: Lako/lejong wie bao ko ite?
Reis mengakibatkan ruis yaitu dekat, berdekatan keakraban,
keramah-tamahan. Ruis atau kedekatan,
keakraban, keramah-tamahan akan menciptakan raes
yaitu menemani, menyertai yang timbul karena sudah merasa akrab, dekat, sudah
saling mengenal dan percaya satu sama lain.
Setelah terciptanya reis, ruis dan raes, maka
timbulah “raos” yaitu suasana ramai
yang terjadi karena adanya rasa cinta, keakraban, saling berbagi, saling
berbuka bahkan menjadi satu tubuh, satu daging. Rao atau nggao merupakan
tanda persahabatan, persaudaraan.
4T : FILSAFAT PENDIDIKAN
PATER FLORI LAOT, OFM
Selain mengajarkan tentang 4R
(Reis, Ruis, Raes dan Raos) Pater Flori juga mengajarkan
tentang 4T yaitu Tinu, Toing, Titong dan Teing. Empat T
ini merupakan sebuah filsafat pendidikan masyarakat Manggarai yang dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1.
Tinu, artinya memelihara,
merawat, menjaga agar sesuatu bisa hidup dengan baik dan pada suatu saat bisa
membuahkan hasil yang melimpah dan mengarah kepada hidup yang baru.
Tinu adalah kewajiban
moral-sosial orang tua terhadap anak, masyarakat dan terhadap masa depan.
Tinu berarti mengupayakan dan
menginginkan apa yang terbaik untuk anak dan masa depannya.
2.
Toing, artinya memberitahu,
mengajarkan.
Toing selalu membutuhkan “toming” yang berarti meniru. Proses
belajar merupakan proses meniru hal-hal yang bagus agar melalui proses toing seseorang dapat mencapai hasil
yang baik dan menjadi manusia yang baik dan berguna dalam masyarakat.
3.
Titong, artinya menjaga dan
melindungi orang dari percobaan atau godaan.
Titong merupakan tugas dan
tanggungjawab orang tua, pendidik, pemimpin terhadap anak-anak atau generasi
muda.
4.
Teing, artinya memberi,
menyerahkan.
Teing, berarti kemampuan untuk
memberi, saling berbagi, saling memperhatikan.
Teing bisa berarti memberi sesuatu
yang bersifat jasmani, seperti makanan atau pakaian.
Teing bisa juga berarti memberi sesuatu yang bersifat
rohani yaitu memberi perlindungan dan ketenangan jiwa.
PEMBARUAN PENDIDIKAN SDK
MANGGARAI RAYA
DI ERA GLOBALISASI PENDIDIKAN
OLEH : AGUSTINUS BANDUR, PH.D
PENGANTAR
Salah
satu kebijakan pendidikan yang diadaptasi Indonesia dengan dukungan dana dari
badan-badan keuangan dunia ialah desentralisasi pendidikan melalui Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS). Indonesia mengadoptasi kebijakan dan program MBS sejak
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 044/II/2002 tentang Pembentukan Dewan
Pendidikan di Tingkat Kabupaten dan Dewan Sekolah di Tingkat Sekolah.
GLOBALISASI SECARA UMUM
Menurut Walher dan Dimmock,
globalisasi merupakan proses penyebaran ide, kebijakan dan praktik-praktik
tertentu tanpa sekat-sekat negara dan budaya.
GLOBALISASI PENDIDIKAN PUBLIK
MELALUI MBS
MBS merupakan strategi
reformasi sistem pendidikan publik Amerika dan Australia yang lahir sebagai
protes masyarakat terhadap pola birokrasi pendidikan dasar yang rumit karena
semua kuasa dan wewenang pengambilan keputusan berada pada pemerintah pusat dan
kepala sekolah dipandang sebagai pengikut pemerintah.
Ini terjadi karena kepala
sekolah berperan sebagai agen pemerintah dalam mengeksekusi semua keputusan di
sekolah, sehingga mengakibatkan keputusan.
Melalui MBS kemitraan anggota
komunitas sekolah (orang tua, siswa, guru, kepala sekolah dan masyarakat)
terjalin melalui sebuah wadah yang disebut Dewan Sekolah.
Demi efektivitas, efisien,
transparansi dan akuntabilitas proses pengambilan keputusan, pelaksanaan dan
hasil yang dicapai kepala sekolah dan keanggotaan dewan sekolah diberi
pelatihan dan lokakarya tentang kebijakan dan program MBS serta ilmu
kepemimpinan dan manajemen strategis untuk memahami konsep-konsep gaya
kepemimpinan dan perbedaan visi, misi, perencanaan, strategis dan operasional
bersama di sekolah yang tertuang dalam dokumen perencanaan pengembangan
sekolah.
KEBIJAKAN DAN PROGRAM MBS DI
INDONESIA
Indonesia termasuk negara
yang mampu mengubah sistem pendidikan yang sangat sentralistik menjadi lebih
desentralistis serta menerapkan MBS yang bersifat mandatory (wajib, sesuai
dengan undang-undang dan peraturan pemerintah).
Melalui UU No. 22/1999, UU
No. 25/2000 dan UU No. 20/2003 kewenangan untuk pengadaan buku teks sekolah,
pembangunan gedung sekolah baru, renovasi gedung sekolah yang secara
operasional kewenangan itu tertuang dalam PP No. 66/2010 tentang
penyelenggaraan dan manajemen pendidikan dasar sebagai pengganti keputusan
menteri No. 044/4/2002 tentang Kewenangan Sekolah dalam mengambil keputusan di
sekolah.
Akan tetapi, MBS merupakan
produk pemerintah pusat berdasarkan keberhasilan penerapannya di dunia barat.
Akibatnya pemerintah pusat, perangkat dinas di daerah dan stakeholder sekolah
belum memahami sepenuhnya pola MBS dalam perbaikan sekolah, sehingga banyak
penyelewenangan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dana hibah
untuk pembangunan gedung sekolah dan perpustakaan bahkan untuk pengadaan buku
teks.
Walaupun demikian, beberapa
provinsi dan kabupaten seperti Jawa Timur dan Flores Tengah telah berhasil
dalam penerapan MBS yang dapat dilihat melalui perbaikan lingkungan belajar
mengajar dan prestasi siswa yang lebih baik, didukung oleh kepemimpinan dan
manajemen di sekolah yang lebih efektif.
MBS DI FLORES DAN SITUASI
PENDIDIKAN SD DI RUTENG
Kepemimpinan dan manajemen
kepala sekolah dasar, termasuk penerapan MBS dan hasilnya terhadap prestasi
siswa di kabupaten Manggarai secara umum dan kota Ruteng khususnya sangat
memprihatinkan. Hal ini terjadi karena selain karena kinerja pemerintah dalam
soal anggaran, juga penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan dasar masih
sangat kuat tergantung pada Dinas Pendidikan karena ketakutan dan
kekurangpahaman kepala sekolah, guru dan komite sekolah terhadap kebijakan dan
program pendidikan yang baru melalui MBS.
MASALAH UMUM DROPOUT SD DI
MANGGARAI RAYA
Gambaran umum kualitas
pendidikan sekolah dasar di Manggarai Raya terukur dari prestasi
sekolah-sekolah dasar di Ruteng. Jika dikaitkan dengan angka putus sekolah,
banyak anak kampung yang putus sekolah setelah menerima Komuni Pertama di kelas
IV.
Faktor penyebabnya adalah
sinetron dan film di televisi menjadi pemicu utama ketidakhadiran mereka di
sekolah sehingga mereka lambat laun putus dari sekolah terutama setelah
penerimaan komuni pertama.
Karena itu perlu adanya
pengawasan moral dari gereja katolik di sekolah-sekolah agar anak-anak sekolah
dasar di Manggarai Raya tidak akan terhanyut dalam arus globalisasi yang
negatif.
BELAJAR DARI PERKEMBANGAN SDK
DI MANGGARAI
Kualitas pendidikan dasar di
Manggarai jauh lebih rendah dari sekolah-sekolah negeri. Padahal
sekolah-sekolah katolik di Manggarai telah berkembang sebelum Indonesia merdeka
dengan dibukanya SDK pertama di Reo tahun 1911, di Labuan Bajo tanggal
12-1-1912 dan SDK Ruteng I pada tanggal 5-8-1912.
Pada awal kemerdekaan,
pemerintah masih memberi ruang kepada pihak swasta yang mendirikan sekolah agar
berbadan hukum. Sekolah-sekolah swasta mendapatkan subsidi langsung dari
pemerintah yang tertuang dalam Undang-Undang Pendidikan No. 04/1950.
Dalam kurun waktu 6 tahun,
terdapat 60 SDK didirikan di Manggarai. Perkembangan tersebut menimbulkan
ketakutan pemerintah pusat sehingga pada tahun 1954 diadakan perundingan antara
pemerintah, visi dan zending protestan. Dalam pertemuan itu, pemerintah
menegaskan untuk merintis pembukaan sekolah-sekolah negeri untuk menjamin semua
warga negara dari semua pengamut agama menempuh pendidikan. Pemerintah pusat
menegaskan sekolah-sekolah swasta yang mendapat subsidi pemerintah untuk
menyerahkan sebagian sekolahnya kepada pemerintah dan beralih menjadi sekolah
negeri.
Pada tahun 1952 misi
menyerahkan dua belas SDK kepada pemerintah yaitu SDK Reo I, SDK Reo II, SDK
Labuan Bajo, SDK Kisol, SDK Urung, SDK Rejo, SDK Pocong, SDK Wetok, SDK Anam,
SDK Lengor dan SDK Mules.
Pada tanggal 5 Juli 1953
dilakukan perundingan khusus antara pemerintah dan misi di Jakarta. Perundingan
itu menghasilkan tiga keputusan, yaitu:
1.
Monopoli pendidikan dan
pengajaran di Flores ditiadakan karena tidak sesuai dengan keadaan.
2.
Pemerintah mempunyai hak
mendirikan sekolah-sekolah negeri menurut keperluan.
3.
Sekolah-sekolah yang muridnya
kebanyakan beragama islam dan protestan akan dijadikan sekolah negeri.
Sesuai tuntutan pemerintah
pusat agar pihak swasta berbadan hukum persekolahan, maka pada tanggal 2 Mei
1971 di Manggarai didirikan Yayasan Sekolah Umat Katolik (YASUKMA) dan sejak
itu tidak ada lagi pendirian SDK, tetapi terkonsentrasi pada pendirian sekolah
menengah.
Selain itu, SK Bupati Tanggal
7 Juni 1977 secara angsung telah melumpuhkan otoritas dan pengaruh YASUKMA
dalam menyelenggarakan pendidikan dasar katolik. Berdasarkan keputusan
tersebut, semua Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diperbantukan di persekolahan
YASUKMA ditarik ke sekolah negeri termasuk urusan gaji.
TAHUN YUBILEUM
TAHUN PEMBEBASAN SDK DI
MANGGARAI RAYA
Sebagai organisasi persekolahan
dasar katolik, sekolah-sekolah tersebut perlu memiliki visi dan misi bersama.
Misi memiliki dua unsur,
yaitu:
1.
Mengandung tujuan akhir atau
alasan paling fundamental keberadaan institusi atau organisasi.
2.
Merupakan pedoman pelaksanaan
bagi seluruh anggota organisasi.
Dalam dokumen pembentukan
organisasi sekolah untuk Flores pada tanggal 20 Februari 1911, sekolah katolik
di Flores dibentuk sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan, pengenalan dan
pendalaman iman katolik.
PERENCANAAN STRATEGIS DAN
HAKIKATNYA
Konsep perencanaan strategis,
berhubungan dengan misi, visi dan nilai serta tujuan-tujuan organisasi.
Perencanaan strategis
membayangkan sebuah kenyataan masa depan yang beda dari kenyataan sekarang.
Perencanaan strategis menawarkan strategi yang sistematis untuk mewujudkan
sesuatu yang ingin dicapai pada masa mendatang. Manfaat perencanaan strategis
sebagai disiplin ilmu yang berupaya untuk menghasilkan keputusan-keputusan dan
tindakan-tindakan yang penting yang membentuk dan mengarahkan organisasi (Bryson,
2004:6).
Ada empat keuntungan sebuah
organisasi yang memiliki perencanaan strategis, yaitu:
1.
Perencanaan strategis suatu
organisasi dapat mendorong peningkatan berpikir dan bertindak strategis.
2.
Perencanaan strategis dapat
memperbaiki proses pengambilan keputusan.
3.
Perencanaan strategis dapat
meningkatkan efektivitas organisasi.
4.
Melalui perencanaan
strategis, suatu organisasi dapat:
a.
Mendokumentasikan dan
mendiskusikan keadaan organisasi sekarang dan berbagai cara yang akan ditempuh
organisasi pada waktu yang mendatang.
b.
Menjelaskan isu-isu atau
tantangan yang dihadapi organisasi.
c.
Mengklarifikasi tujuan-tujuan
organisasi dan mengartikulasikan ke arah mana organisasi itu berjalan.
d.
Mengembangkan srtategi untuk
memenuhi tujuan akhir organisasi serta membangun nilai-nilai untuk menguji
kembali misi dan nilai-nilai yang diperjuangkan sekaligus mengevaluasi kembali
pelayanan, biaya, proses dan bahkan manajemen organisasi.
TANTANGAN PEMBUATAN
PERENCANAAN STRATEGIS
BAGI YASUKMA
Terdapat beberapa tantangan
dalam pembuatan perencanaan strategis bagi YASUKMA antara lain:
1.
Pembuatan perencanaan
strategis bukan menjadi sebuah prioritas utama bagi organisasi yang masih
memiliki krisis kepemimpianan dan manajemen termasuk krisis keuangan.
2.
Organisasi yang memiliki
sumber daya yang tidak memadai, sebaiknya tidak perlu memiliki perencanaan
strategis.
3.
Tidak disarankan membuat
perencanan strategis dalam organisasi yang ditandai dengan lemahnya komitmen
para penentu kebijakan dan pengambil keputusan kunci dalam menjalankan perencanaan
srtategis dengan efektif.
KOMENTAR
Sejak dahulu masyarakat
Manggarai mengakui adanya wujud tertinggi yang disebut Mori Kraeng. Mereka
menjalin hubungan dengan Mori Kraeng
melalui upacara-upacara yang sering mereka lakukan untuk berbagai kepentingan.
Melalui upacara-upacara itu pula mereka menyadari akan ketergantungan hidup
mereka kepada wujud tertinggi itu.
Pengalaman terhadap wujud
tertinggi menunjukkan bahwa orang Manggarai memiliki semangat hidup yang sangat
religius.
Dalam hidup bermasyarakat, orang
Manggarai selalu hidup bersama dalam suatu kelompok. Dalam kebersamaan itu
mereka saling berkomunikasi, saling melengkapi, saling bertukar pikiran untuk
menentukan arah hidup mereka maupun dalam memecahkan persoalan-persoalan yang
sedang mereka hadapi yang dibahas melalui musyawarah.
Hubungan dengan lingkugnan
terjalin melalui suatu kepercayaan bahwa hutan merupakan tempat kediaman untuk
yang kudus, yaitu Mori Kraeng
sehingga hutan menjadi suatu tempat yang sakral dan karena itu setiap
masyarakat dilarang untuk melakukan perbuatan yang merusak alam karena dapat
membahayakan kehidupan mereka. Berkaitan dengan pelestarian alam, melalui
kepercayaan itu sebenarnya mau mengajarkan kepada kita untuk melestarikan
lingkungan hidup khususnya hutan agar dapat bermanfaat bagi kehidupan kita dan
anak cucu kita selanjutnya.
Demi terciptanya manusia yang
berkualitas dalam berprilaku, masyarakat Manggarai memiliki filosofi
sebagaimana yang telah diangkat oleh Pater Flori Laot, OFM yaitu Reis, Ruis, Raes, Raos (4R). Melalui 4R
ini diharapkan masyarakat Manggarai selalu hidup rukun, bersatu, terhindar dari
perpecahan dan permusuhan, hidup yang damai, serta memiliki cinta yang begitu
besar kepada sesama.
Kecintaan yang amat besar
kepada orang lain merupakan salah satu ciri khas masyarakat Manggarai sejak
zaman dahulu. Semangat hidup memelihara atau membalas kebaikan orang lain
terutama orang tua, mengajarkan yang baik kepada generasi muda, melindungi
serta saling memberi, menjadi inspirasi bagi Pater Flori Laot, OFM melalui
pengajarannya yang disebut 4T yaitu Tinu,
Toing, Titong dan Teing.
Akhirnya, agar
masyarakat Manggarai menjadi cerdas, berilmu, menguasai teknologi, maka gereja
telah berperan aktif melalui pembukaan sekolah katolik. Melalui pendidikan
masyarakat Manggarai diharapkan mampu bersaing dengan masyarakat lain. Karena
itu semangat gereja dalam menciptakan manusia yang berkualitas baik secara
intelektual maupun moral perlu didukung oleh kita semua.